Sejarah Pulau Siantan sebagai Pusat Aktivitas Bajak Laut dan Daerah Pelarian Politik pada Abad 18 M

Main Article Content

Dedi Arman

Abstract

This paper discusses the history of Siantan Island (Anambas) in the South China Sea as a center of pirate activity (lanun and political escape areas in the 18th century. The writing uses historical historical research methods and uses library research to extract sources. From the research, it is known that a number of nobles from the Sultanate Siak, the Sultanate of Palembang and the Bugis nobility from Luwu moved to Siantan after losing the power struggle in their native area. In Siantan, the nobles gathered strength by relying on the Orang Laut. The existence of the Orang Laut became the main force to become pirates (lanun), rulers of the sea and carry out piracy in the south China sean and The  South China Sea and other areas. The act of piracy ois not only political purposes, but also for economic reasons to seek wealth. Marriage ties are a powerful tool in strengthening relations between the immigrant aristocrats and the Siantan people. The nobles in Siantan then returned to their kingdom and successfully seize power. Raja Alam became the Sultan of Siak, the Five Opu Bugis brothers ruled in the Kingdoms of Johor, Riau and Lingga. Meanwhile, Prince Jayawikrama succeeded in seizing the throne of the Sultan of Palembang with the title Sultan Mahmud Badaruddin I.

Downloads

Download data is not yet available.

Article Details

How to Cite
Arman, D. (2022). Sejarah Pulau Siantan sebagai Pusat Aktivitas Bajak Laut dan Daerah Pelarian Politik pada Abad 18 M . Local History & Heritage, 2(1), 1–9. https://doi.org/10.57251/lhh.v2i1.307
Section
Articles

References

Ahmad, I. (2014). Perompakan Di Selat Melaka Pada Abad Ke-19?: Hak Masyarakat Melayu Atau Pensalahtafsiran Pihak Barat. The 1st International Maritime Conference (1st IMC2014), 322–332.

Alamsyah. (2020). Migrasi, Diaspora, dan Bajak Laut Bugis. Semarang: CV Tigamedia pratama.

Aman, R. (2020). Bukti Fosil Linguistik Dalam Peneguhan Multikulturalisme di Barat Daya Laut China Selatan. Jurnal Linguistik, 24(2).

Azhari, I. (2019). Dekonstruksi Pembelajaran Sejarah Lokal di Kepulauan Riau. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 28(2), 152–163.

Barnard, T. P. (2006). Pusat kekuasaan ganda?: masyarakat dan alam Siak, & Sumatra Timur 1674-1827. Pekanbaru: Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan Universitas Riau.

Bustami, A. L. (2003). Folklor Kangean: Suatu kajian Cerita Bajak Laut (Lanun) Sebagai Sumber Sejarah Kawasan. Bahasa Dan Seni, 32(2), 267–285.

Dahlan, A. (2017). Sejarah Melayu. Jakarta: Gramedia.

Galba, S. (1990). Sejarah Raja-Raja Melayu Bugis. Tanjungpinang: Balai Pelestarian dan Nilai Tradisional Tanjungpinang.

Halimi, A. J. (2020). Penguasaan Maritim dan Aktiviti Perdagangan Antarabangsa Kerajaan Kerajaan Melayu. International Journal of Interdisciplinary & Strategic Studies |, 2(1).

Hooker, V. M. (1991). Tuhfat al Nafis. Kualalumpur: Yayasan Karyawan dan Dewan Bahasa dan Pustaka.

Kuntowijoyo. (2013). Pengantar Ilmu Sejarah. Pengantar Ilmu Sejarah.

Lapian, A. (2009). Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut?: Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XlX. Depok: Komunitas Bambu.

Miswanto. (2018). Pola Interaksi Sosial Suku Laut di Desa Air Sena, Kecamatan Siantan Tengah, Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Handep, 2(2).

Nurcahyani, L. (2019). 2019. (n.d.). Jalur-Jalur pelayaran dan Pengaruh Kedatangan Lima Opu Daeng Bersaudaradi tanah Melayu dalam Kitab Silsilah serta Hikayat dan Kisah Asal Raja-Raja Sebelah Mempawah, Pontianak, Matan, Sambasm , Riau dan Selangor. Bandung: CV Media Jaya Abadi.

Rahmat, S. (2019). Bugis di Kerajaan Melayu: Eksistensi Orang Bugis dalam Pemerintahan Kerajaan Johor-Riau-Lingga-Pahang. Perada, 2(1), 35–44.

Rohana, S. (2009). No Title. Jakarta: Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.

Sari, F. (2015). Sistem Kekerabatan Sosial Masyarakat Dalam Penggunaan Gelar Kebangsawanan Yang dan Abang di Kota Muntok, Kepulauan Bangka, 1734-1816. Jurnal Criksetra, 4(8).

Swastiwi, A. W. (2018). Perdagangan dan ekonomi maritim di Kepulauan Anambas abad 19-20. Tanjungpinang: Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepri.

Yusuf, A. (1993). Dari Kesultanan Melayu Johor-Riau ke Kesultanan Melayu Lingga-Riau. Pekan Baru: Pemerintah Daerah Provinsi Riau.

Zed, M. (2014). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.